18 June 2016

Muawiyah Ibnu Abi Shofyan ra dengan Pena Di Telinga

11:04 AM

Muawiyah Ibnu Abi Shofyan ra dengan Pena Di Telinga


[Nashab dan Kelahiran]
     Muawiyah Ibnu Abi Shofyan ra, merupakan sahabat mulia Rasulullah saw yang terlahir dari dua orang tua yang masyhur dan pemuka di kalangan Quraisy. Ayahnya Abu Shofyan bin Harb seorang pemimpin besar Quraisy dan ahli perang dan ibunya Hindun Bintu Utbah ibni Rabi'ah, kedua orang ini masuk islam ketika peristiwa Fathul Makkah. Orang tua Muawiyah selepas masuk islam mempunyai peran yang besar pada perang Yarmuk, perang penakhlukan Negeri Syam.
     
     Muawiyah ibnu Abi Shofyan ra, lahir empat tahun menjelang Rasulullah saw menjalankan dakwah di kota Makkah. Muawiyah mempunyai 2 saudara, Yazid ibnu Abi Shofyan dan Ummu Habibah Ummul Mukminiin istri Rasulullah saw. Abu Hurairah berkata "Aku melihat Hindun di Makkah. Wajahnya bagaikan bulan terbelah. Di sisinya ada seorang balita yang sedang bermain. Kemudian ada seorang lewat dan berkata,'Aku melihat anak ini kelak akan menjadi pemimpin kaumnya'. Hindun berkata,'Jika dia tidak menjadi pemimpin kaumnya, maka Allah swt akan mencabut nyawanya.'"

     Muhammad bin Sa'ad berkata, "Pada suatu hari Abu Shofyan melihat Muawiyah. Waktu itu Muawiyah masih kanak-kanak. Abu Shofyan berkata kepada Hindun,'Anakku ini kepalanya besar. Dia diciptakan untuk menjadi pemimpin kaumnya.' Hindun berkata,'kaumnya saja? Celakalah dia kalau tidak memimpin seluruh jazirah Arab ini" [1]

[Keislaman Muawiyah]
      Menurut ust. Hepi Andi B dalam bukunya, Muawiyah masuk islam pada usia muda dan beliau ikut hijrah ke Madinah dan ia pernah ikut dalam beberapa peperangan bersama Rasulullah saw, bahkan pernah berhadapan langsung dengan ayah kandungnya sendiri[2].
     
     Menurut Dr. Abdurrahman 'Umairah dalam bukunya, Muawiyah masuknya islam pada hari Qadhiyyah, Muawiyah berkata tentang dirinya, "Aku Masuk Islam pada hari Qadhiyyah. Tetapi aku menyembunyikannya dalam diriku. Akhirnya ayahku mengetahuinya dan dia berkata,'Wahai anakku. Ini saudaramu, Yazid. Dia lebih baik darimu. Dia memeluk agama masyarakat kita'.
Aku berkata,'Aku tidak berbuat apa-apa'".
      Muawiyah juga pernah mengatakan bahwa dia telah beriman ketika Rasulullah saw masuk kota Makkah untuk menunaikan umrah Al Qadha, kemudian menampakkan keislamannya ketika kota Makkah sudah tertaklukkan. [3]

[Peran Muawiyah di jaman Rasulullah]
      Setelah keislamannya, peran Muawiyah lebih banyak sebagai pencatat wahyu. Ibnu Asakir meriwayatkan hadits bahwa Rasulullah saw bermusyawarah dengan Jibril a.s mengenai Muawiyah sebagai pencatat wahyu. Jibril berkata, "Jadikan dia sebagai penulis wahyu, karena dia seorang yang dapat dipercaya".
    
     Demikian juga hadits yang diriwayatkan oleh Imam At Thabrani, dari Aisyah ra. Dia berkata "Saat Rasulullah saw mengunjungi Ummu Habibah ra, ada suara ketukan di pintu, Rasulullah bersabda, 'Lihatlah, siapa itu?
Orang-orang berkata,'Muawiyah'
Rasulullah bersabda,'Biarkan dia masuk'
Kemudian Muawiyah masuk dengan membawa pena yang diselipkan di telinganya.
Rasulullah bersabda,'Untuk apa pena di telingamu itu wahai Muawiyah?
Muawiyah menjawab,'Aku persiapkan untuk Allah dan rasul-Nya.
Rasulullah bersabda,'Aku berdoa semoga Allah swt memberimu kebaikan. Demi Allah, yang engkau tulis itu adalah wahyu dari-Nya. Seluruh perbuatanku, remeh atau kelihatan penting, semuanya adalah wahyu dari-Nya'
Rasulullah melanjutkan sabdanya,'bagaimana menurutmu jika Allah mengenakan bahu untukmu, yakni kekhalifahan?'
Ummu Habibah, yang saat itu berada di situ berkata,'Aku mendekatinya, lalu aku bertanya kepada Rasulullah,'Allah mengenakannya baju?'
Rasulullah bersabda,'ya, tetapi di dalamnya ada bencana, malapetaka'
Ummu Habibah berkata,'Wahai Rasulullah, berdoalah untuknya'
lalu Rasulullah bersabda,' Ya Allah, berilah petunjuk kepada Muawiyah. Jauhkan dia dari kehancuran. Ampunilah dosa-dosanya, di akhirat dan di dunia" HR. Imam Tabrani [4]
    
     Imam Ahmad meriwayatkan Rasulullah bersabda "Ya Allah, ajarilah Muawiyah pemahaman Alquran dan bagaimana berhitung, serta jauhkanlah dia dari siksa" HR. Imam Ahmad.
     
     Dari doa inilah Muawiyah Ibnu Abi Shofyan termasuk sahabat yang banyak mengeluatkan fatwa, Ibnu Qayyim al Jauziyah dalam kitabnya I'lamul Muwaqiin mencatatkan beliau masuk kategori Al Mutawashitu mina Fatayaa atau Sahabat-sahabat yang mengeluarkan fatwa dengan kategori tidak banyak dan tidak pula sedikit, bersanding dengan 13 sahabat lain seperti Abu Bakar As Shiddiq, Ummu Salamah, Anas Bin Maalik, Abu Sa'id al Khudri, Abu Hurairah, Ustman bin Affan, Abdullah bin Amr bin Ash, Abdullah bin Zubair, Abu Musa Al Asy'ari, Sa'ad bin Abi Waqash, Salman Al Farisi, Jabir bin Abdullah dan Mu'adz bin Jabal, lalu ditambahkan pula oleh Ibnu Qayyim beberapa sahabat yaitu Thalhah, Zubair, Abdurrahman bin Auf, Imran bin Hushain, Abu Bakrah dan Ubadah bin Shamit [5]

[Peran Muawiyah di jaman khulafaur rasyidin]
      Pada masa kekhalifaan Abu Bakar As Shiddiq ra, Muawiyah ikut serta dalam pertempuran perang Riddah, peperangan yang memerangi para kaum murtad dan nabi palsu. Di masa ini pula Abu Bakar As Shiddiq ra juga memberangkatkan pasukan ke Syam yang dipimpin oleh Yazid Ibnu Abi Shofyan ra.

     Pada masa kekhalifaan Umar Ibnu Khattab ra, Umar mengirimkan surat kepada Yazid Ibnu Abi Shofyan untuk memerangi Qaisariah. Di dalam Qaisariah terdapat 10 ribu tentara Romawi, Yazid dan pasukannya mengepung beberapa hari. Muawiyah yang sebagai salah satu pasukannya ikut mengepung dan berhasil menakhlukkan Qaisariah pada tahun 19 Hijriah [6]. Pada tahun yang sama di bulan Dzulhijjah Yazid ibni Abi Shofyan meninggal dunia, kemudian Umar Ibnu Khattab ra mengangkat Muawiyah Ibnu Abi Shofyan sebagai pengganti dan sekaligus diangkat menjadi Gubernur Syam.

     Pada masa kekhalifaan Utsman Ibnu Affan ra, Muawiyah membentuk armada laut pertama kaum Muslimin yang sebenarnya pernah diusulkan oleh Muawiyah sejak kekhalifaan Umar, namun baru disetujui pada masa Utsman. Pasukan ini bergerak ke Cyprus dan berhasil menakhlukkan pada tahun 27 H.[7]

[Perang Shiffin]
      Sepeninggalnya Khalifah Ustman Ibnu Affan ra, yang telah dibunuh oleh pemberontak pada hari jumat 18 Dzulhijjah 35H, diangkatlah sahabat Ali ibnu Abi Thalib ra untuk memegang amanah kekhalifahan. Kekhalifaan Ali ini diterima oleh kaum Muslimin baik Muhajirin, Anshar dan seluruh penjuru wilayah Islam kecuali Muawiyah yang berada di Syam.

     Pada awal pemerintahannya sebagian sahabat ada yang menuntut Ali untuk segera memproses pengadilan atas pembunuhan Ustman Ibnu Affan, diantaranya Thalhah dan Zubair. Dari latar belakang ini timbul perpecahan hingga menimbulkan perang diantara mereka, seperti halnya Perang Jamal yang melibatkan Ummul Mukminiin Aisyah binti Abi Bakar Ra.

     Begitu pula Muawiyah tidak akan berbai'at kepada Ali Ibnu Abi Thalib ra selama pengadilan qishash tersebut belum dilakukan atau menyerahkan pembunuh Ustman Ibnu Affan ra. Banyak buku-buku yang menyebutkan bahwa perpecahan antara Ali ibnu Abi Thalib dengan Muawiyah ibnu Abi Shofyan berlatar belakang bahwa Muawiyah menginginkan kekhalifahan, salah satunya buku Destiny Disrupted: A History of the World through Islamic Eyes yang ditulis oleh Tamim Ansary. Namun banyak kitab klasik dan ulama dahulu yang menyebutkan bahwa berita tersebut adalah fitnah.
sebagaimana Ibnu Katsir menyebutkan bahwa sebelum terjadi pergerakan pasukan baik pasukan Iraq maupun Syam, Ali dan Muawiyah melakukan korespondensi. Surat Ali yang dikirim oleh Jarir Ibnu Abdillah kepada Muawiyah yang berisi tentang kesepakatan kaum Muhajirin dan Anshar yang telah memba'iat Ali Ibnu Abi Thalib, kemudian menceritakan pula tentang peristiwa Perang Jamal. Pada akhir surat tersebut mengajak Muawiyah untuk bergabung bersama kaum muslim lainnya. Namun Muawiyah beserta Amr Ibnu Ash dan tokoh-tokoh negeri Syam lainnya bermusyawarah dan menolak ajakan tersebut sebelum diqishash pembunuh Utsman Ibnu Affan.[8]

     Ketidaksepakatan ini menimbulkan pergerakan pasukan Ali ke Syam dan juga Pasukan Muawiyah ke Kuffah, hingga mereka bertemu dan terjadi beberapa kali pertempuran di daerah Shiffin. Perang Shiffin ini berhenti setelah terjadi Tahkim pada keduanya. Di peristiwa tahkim inipula juga banyak pendapat bahwa Amru Ibnu Ash menjebak dan membohongi Abu Musa al Ansy'ary untuk mengumumkan pencopotan Ali dari jabatan khalifah dan Amr ibnu Ash mengumumkan dukungannya pada Abu Musa yang mencopot Ali kemudian mengumumkan keputusan bahwa jabatan khalifah jatuh ke tangan Muawiyah.[9]

     Cerita hal ini semua adalah kebohongan dan merupakan riwayat-riwayat yang tidak memiliki dasar. Semua penulis, baik klasik maupun kontemporer menyatakan bahwa Muawiyah tidak merebut jabatan khalifah dari Ali, Muawiyah hanya menuntut qishash terhadap pembunuhan Utsman Ibnu Affan.[10]


[Pendapat ulama tentang Perang Shiffin]
      Hasan Al Basri berkata tentang perang mereka, "Perang yang dilakukan oleh para sahabat Nabi kami lupakan. Mereka tahu, tapi kami bersikap tidak tahu. Mereka bersatu, kami mengikuti. Mereka berselisih, kami tidak memihak"

     Al Muhasibi berkata, "kami berpendapat seperti Hasan. Kami menyadari bahwa mereka lebih tahu dari kami tentang apa yang mereka lakukan. Kami mengikuti apa yang mereka sepakati. Kami tidak memihak ketika terjadi perselisihan di antara mereka. Kami tidak akan mengemukakan pendapat kami. Kami tahu bahwa mereka semua berijtihad dan Allah menghendaki. Mereka tidak boleh dianggap sebagai tertuduh dalam soal agama. Kami memohon pertolongan dari Allah"[11]

[Kaum Khawarij]
      Ada 12.000 orang dari pasukan Ali yang menolak Tahkim, meskipun merekalah yang menekan Ali untuk mengadakan tahkim. Mereka kemudian mengkafirkan Ali. Orang-orang ini kemudian kembali ke Kuffah dan sampai pada wilayah Harura, kemudian mereka disebut kelompok Haruriyyah dan mereka inilah kelompok Khawarij.

     Para ahli fikih dari kalangan sahabat sudah mengajak mereka berdiskusi akan tetapi mereka bersikeras pada pemikiran mereka sendiri. Bagi mereka yang menerima Tahkim adalah murtad dan kafir sehingga layak dibunuh.

     Pada tahun 38H, Ali memerangi mereka setelah dilakukan pendekatan persuasif terhadap mereka gagal. Sebagian mereka terbunuh dan sebagian mereka selamat dan akhirnya memecah menjadi 20 aliran.[12]
Di tahun 39 H, Ali dan Muawiyah berdamai dengan kesepakatan tidak saling intervensi. Pada tahun 40 H, tiga orang khawarij melakukan pembunuhan terhadap Ali, Muawiyah dan Amr ibnu Ash, namun mereka hanya berhasil membunuh Ali Ibnu Abi Thalib. ra.[13]

[Am Al Jamaa'ah]
      Pada 16 Ramadhan 40H Ali Ibnu Abi Thalib ra terbunuh oleh kaum Khawarij, kemudian pada bulan Syawal pada tahun yang sama masyarakat Madinah mengangkat Hasan Ibnu Ali bin Abi Thalib menggantikan Kekhalifahan Ali, namun pada bulan Rabiul Awal 41H Hasan mengundurkan diri dan menyerahkan kekhalifahan kepada Muawiyah. Jadilah tahun ini adalah tahun persatuam ummat sebagaimana yang pernah disabdakan oleh Rasulullah saw. "Anakku ini (Hasan) adalah syahid (orang yang mulia). Melalui dia, Allah akan mendamaikan dua kelompok besar dari kaum muslimin"[14]

[Masa Kekhalifahannya]
      Khalifah Muawiyah berhasil melakukan ekspansi wilayah hingga daerah eropa dan afrika, Beliau juga telah menakhlukkan Cyprus dan Rhodus dengan armada lautnya. Pada tahun 50 H beliau mengangkat Uqbah ibnu Nafi' sebagai gubernur di Maghrib (Maroko).

     Muawiyah Ibnu Abi Shofyan meninggal pada usia 78 tahun. Beliau menjadi gubernur Palestina selama 10 thn, Syam 10 thn dan sebagai khalifah Daulah Umayyah selama 20 thn. Semenjak pemerintahan Muawiyah sistem suksesi berubah menjadi dinasti. Beliau peletak pondasi dinasti Umayyah yang mampu bertahan selama 90 thn dengan wilayah mulai dari Cordoba dan Maghrib (Maroko) hingga Bukhoro, Samarkhand dan Multan (Afganistan).

     Semoga Allah mengampuni segala kesalahannya dan memasukkan kepada golongan orang-orang yang beruntung. آمين


Referensi :
[1][3][4][6]
Dr. Abdurrahman 'Umairah, Para Ksatria di sekitar Rasulullah saw (Terjemahan Indonesia), Embun Publishing, Nama Asli Kitabnya "Fursan min Madrasatin Nubuwwah"

[2]
Hepi Andi Bustoni,Ust , 101 Sahabat Nabi Jilid 1, Pustaka Al Kaustar

[5]
Ibnu Qayyim Al jauziyyah, Panduan Hukum Islam (I'lamul Muwaaqiin) 4 Jilid lengkap, Pustaka Azzam.

[7][9][10][11][12][13][14]
Tim Riset dan Studi Islam Mesir, Ensiklopedi Sejarah Islam (Al Mausuah Al Muyassirah At Taarikh Al Islamiy), Penerbit Al Kaustar.

[8]
Ibnu Katsir, Al Bidayah WanNihayah Perjalanan Hidup Empat Khalifah Rasul yang Agung, Pustaka Darul Haq. (Terima Kasih Kang Aris Santoso yang bersedia memfotokan bagian Perang Shiffin)


NAC, 11 Ramadhan 1437H/16 Juni 2016


Abu Salman

diposting di Facebook 

Written by

We are Creative Blogger Theme Wavers which provides user friendly, effective and easy to use themes. Each support has free and providing HD support screen casting.

0 comments:

Post a Comment

 

© 2013 Madrasatiy. All rights resevered. Designed by Templateism

Back To Top